http://www.indonesia.go.id/index.php/content/view/2650/1201/
Pemerintahan di seluruh dunia pada saat ini menghadapi "tekanan" dari berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan meningkatkan partisipasi aktif dalam pemberian informasi bagi masyarakat serta dituntut untuk lebih efektif.
Hal tersebut menyebabkan eGovernment atau pemerintahan berbasis elektronik semakin berperan penting bagi semua pengambil keputusan. Pemerintah Tradisional (traditional government) yang identik dengan paper-based administration mulai ditinggalkan.
Transformasi traditional government menjadi electronic government (eGovernment) menjadi salah satu isu kebijakan publik yang hangat dibicarakan saat ini. Di Indonesia eGovernment baru dimulai dengan inisiatif yang dicanangkan beberapa tahun lalu. Tulisan ini mencoba membahas definisi dan tujuan eGovernment dan memberikan contoh praktek/kaidah terbaik (best practice) yang telah dilakukan oleh negara-negara di Eropa yang cukup maju dalam penerapan eGovernment-nya. Tantangan dan langkah yang harus diambil pemerintah di era globalisasi akan menjadi simpulan dalam tulisan ini.
Berdasarkan definisi dari World Bank, eGovernment adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah (seperti : Wide Area Network, Internet dan mobile computing) yang memungkinkan pemerintah untuk mentransformasikan hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis dan pihak yang berkepentingan. (www.worldbank.org). Dalam prakteknya,eGovernment adalah penggunaan Internet untuk melaksanakan urusan pemerintah dan penyediaan pelayanan publik yang lebih baik dan cara yang berorientasi pada pelayanan masyarakat.
Secara ringkas tujuan yang ingin dicapai dengan implementasi eGovernment adalah untuk menciptakan customer online dan bukan in-line. eGovernment bertujuan memberikan pelayanan tanpa adanya intervensi pegawai institusi publik dan sistem antrian yang panjang hanya untuk mendapatkan suatu pelayanan yang sederhana. Selain itu eGovernment juga bertujuan untuk mendukung good governance. Penggunaan teknologi yang mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi dapat mengurangi korupsi dengan cara meningkatkan transparansi dan akuntabilitas lembaga publik. eGovernment dapat memperluas partisipasi publik dimana masyarakat dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan/kebijakan oleh pemerintah. eGovernment juga diharapkan dapat memperbaiki produktifitas dan efisiensi birokrasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Adapun konsep dari eGovernment adalah menciptakan interaksi yang ramah, nyaman, transparan dan murah antara pemerintah dan masyarakat (G2C-government to citizens), pemerintah dan perusahaan bisnis (G2B-government to business enterprises) dan hubungan antar pemerintah (G2G-inter-agency relationship).
Inisiatif eGovernment di Indonesia telah diperkenalkan melalui Instruksi Presiden No. 6/2001 tgl. 24 April 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Lebih jauh lagi, eGovernment wajib diperkenalkan untuk tujuan yang berbeda di kantor-kantor pemerintahan. Administrasi publik adalah salah satu area dimana internet dapat digunakan untuk menyediakan akses bagi semua masyarakat yang berupa pelayanan yang mendasar dan mensimplifikasi hubungan antar masyarakat dan pemerintah.
eGovernment dengan menyediakan pelayanan melalui internet dapat dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu penyediaan informasi, interaksi satu arah, interaksi dua arah dan transaksi yang berarti pelayanan elektronik secara penuh. Interaksi satu arah bisa berupa fasilitas men-download formulir yang dibutuhkan. Pemrosesan / pengumpulan formulir secara online merupakan contoh interaksi dua arah. Sedangkan pelayanan elektronik penuh berupa pengambilan keputusan dan delivery (pembayaran). Berdasarkan fakta yang ada pelaksanaan eGovernment di Indonesia sebagian besar barulah pada tahap publikasi situs oleh pemerintah atau baru pada tahap pemberian informasi. Data Maret 2002 menunjukkan 369 kantor pemerintahan telah membuka situs mereka. Akan tetapi 24% dari situs tersebut gagal untuk mempertahankan kelangsungan waktu operasi karena anggaran yang terbatas. Saat ini hanya 85 situs yang beroperasi dengan pilihan yang lengkap. (Jakarta Post, 15 Januari 2003). Akan tetapi perlu digarisbawahi bahwa eGovernment bukan hanya sekedar publikasi situs oleh pemerintah. Pemberian pelayanan sampai dengan tahap full-electronic delivery service perlu diupayakan.
Situs?situs institusi publik di Indonesia selain dapat diakses secara langsung dapat diakses melalui entry point lembaga publik Indonesia www.indonesia.go.id yang merupakan portal nasional Indonesia. Dari situs ini selain memperoleh informasi pengunjung juga dapat mengakses secara langsung beberapa situs institusi publik dan media.
Beberapa contoh implementasi eGovernment yang mendominasi di seluruh dunia saat ini berupa pelayanan pendaftaran warga negara antar lain pendaftaran kelahiran, pernikahan dan penggantian alamat, perhitungan pajak (pajak penghasilan, pajak perusahaan dan custom duties), pendaftaran bisnis, perizinan kendaraan dsb.
Sebagai studi komparatif, dapat kita simak penerapan eGovernment di negara-negara Uni Eropa. Uni Eropa merupakan salah satu komunitas yang telah menerapkan eGovernment dengan sukses. Hanya Canada, Singapura dan Amerika yang telah mengungguli Uni Eropa dalam area eGovernment. Uni Eropa sendiri telah memiliki official website yang cukup modern dimana setiap masyarakat dapat mengakses informasi terbaru dan kebijakan serta dasar hukum kebijakan pemerintah tersebut. Pada waktu-waktu tertentu masyarakat bahkan dapat berinteraksi langsung dengan para pengambil keputusan melalui fasilitas chatting. (www.europa.eu.int). Dengan portalnya yang sangat besar kapasitasnya, para warga dapat melamar pekerjaan serta magang di institusi tersebut. Masih banyak lagi fasilitas yang diberikan melalui portalnya. Untuk memotivasi public service dalam melaksanakan eGovernment, eEurope awards (www.e-europeawards.org) dilaksanakan dalam rangka memfasilitasi sharing experience dan mutual learning antar anggota Uni Eropa. Selain itu eGovernment di Eropa juga ditampilkan dengan memberikan fasilitas akses langsung ke portal pemerintahan negara anggota dan negara aplikan serta negara Eropa lainnya. Contoh best practice yang terdapat di Belanda antara lain administrasi bea cukai yang dapat dilakukan secara online sehingga dapat dikontrol dan mengurangi kasus suap. Di Inggris para warga negaranya dapat melakukan aplikasi dan pembaharuan paspor secara online. Sedangkan di Perancis, pembayaran kembali biaya yang dikeluarkan untuk biaya pengobatan oleh perusahaan asuransi telah dapat dilakukan secara online. Pemerintahan daerah Bonn di Jerman saat ini menyediakan pelayanan online berupa pendaftaran Taman Kanak-Kanak. Melalui portal online-nya masyarakat dapat memperoleh informasi mengenai seluruh TK di kota itu dan orang tua murid dapat mendaftar secara langsung untuk dihubungi melalui telepon.
Penerapan benchmarking process dan best practice dissemination Uni Eropa telah membuahkan hasil yang cukup fantastis. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Cap Gemini Ernst & Young terhadap penerapan eGovernment di Eropa diperoleh bahwa 5 negara (Denmark, Perancis, Italia, Swedia dan Finlandia ) telah berhasil menerapkan pelayanan elektronik secara penuh untuk beberapa jenis pelayanan seperti pajak pendapatan. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa 86 % pelayanan publik di Uni Eropa telah tersedia secara online.
Selain itu suksesnya eGovernment di Eropa merupakan kontribusi kebijakan publik yang sesuai dengan karakteristik eGovernment itu sendiri. Soft policy berupa kebijakan Open Method Coordination pada eGovernment Eropa yang dimulai dengan visi yang luas dan jelas dan diikuti dengan dissemination, proses benchmarking, monitoring berkala, evaluasi dan review secara pasangan dan diorganisir sebagai proses pembelajaran mutual terbukti sukses dalam rangka melaksanakan eGovernment di Eropa.
Mencermati uraian di atas dan memperhatikan kondisi yang ada, penerapan eGovernment di Indonesia menghadapi beberapa tantangan khususnya yang dihadapi oleh organisasi pemerintah. Salah satu diantaranya adalah masalah sumber daya manusia yang belum memadai. Penerapan eGovernment di kantor-kantor publik perlu didukung oleh pegawai yang mengerti mengenai teknologi. Yang juga diperlukan adalah pegawai yang mau belajar dan mampu menanggapi perubahan (manage change). Teknologi informasi berubah secara cepat sehingga kemauan belajar pun dituntut untuk dimiliki setiap pegawai lembaga publik. Selain itu penerapan eGovernment memerlukan perubahan dalam organisasi dan dukungan ketrampilan baru. Uni Eropa sebagai salah satu komunitas yang telah berhasil menerapkan eGovernment-nya mendefinisikan eGovernment bukan hanya sekedar penggunaan teknologi informasi melainkan ?penggunaan teknologi informasi yang juga dikombinasikan dengan perubahan organisasi dan ketrampilan baru dalam rangka memperbaiki pelayanan publik dan proses demokrasi dan mendukung kebijakan publik?. Organisasi pemerintahan di Indonesia perlu ditata ulang untuk dapat menerapkan eGovernment secara efektif. KKN yang membudaya mempengaruhi kesiapan dalam mempermudah akses publik melalui informasi. Jika KKN tidak dientaskan terlebih dahulu akan ada oknum yang akan mempergunakan kesempatan dengan mempersulit mendapatkan informasi. Budaya korupsi perlu dihilangkan dalam rangka meningkatkan pelayanan sehingga kemudahan yang dicapai dengan eGovernment dapat disediakan dengan tidak menimbulkan ongkos ekonomi yang lebih tinggi yang harus dibayar masyarakat. Perlunya diciptakan budaya yang menomorsatukan masyarakat dan budaya melayani. Dengan kata lain eGovernment is not just about technology but change of culture.
Infrastruktur yang belum memadai termasuk kurangnya tempat akses umum merupakan tantangan yang lain. Penyediaan pelayanan melalui eGovernment perlu didukung oleh tingkat penetrasi internet yang tinggi baik dari rumah tangga ataupun stand/kios umum. Sebagai gambaran pada tahun 2001 penetrasi internet baru mencapai 1,9 juta penduduk atau 7,6 persen dari total populasi Indonesia. Pada tahun 2002 dengan 667.000 jumlah pelanggan internet dan 4.500.000 pengguna komputer dan telepon, persentasi penggunaan internet di Indonesia sangatlah rendah. Tingkat penetrasi yang rendah ini juga merupakan suatu kendala. (Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia/APJII).
Sebagai perbandingan di Eropa, walaupun belum merata di semua negara Eropa, beberapa negara seperti Belanda, Swedia dan Denmark internet akses pada rumah tangga telah mencapai 60 % dimana rata-rata internet akses rumah tangga di 15 negara Uni Eropa sekitar 40 %. Sementara penetrasi internet secara keseluruhan di Uni Eropa telah mencapai 40,4 % pada Juni 2002. (Sumber : Eurobarometer). Tidak dapat disangkal bahwa angka-angka tersebut telah memuluskan jalan untuk suksesnya implementasi eGovernment di Eropa. Terbatasnya infrastuktur juga berhubungan dengan terbatasnya anggaran pemerintah dan masalah sosial lain seperti pemerataan dan kependudukan. Keterbatasan pemerintah untuk menyediakan tempat akses gratis bagi masyarakat menjadi hambatan dalam penyediaan pelayanan eGovernment secara optimal.
Menghadapi tantangan tersebut di atas, Pemerintah kiranya perlu melakukan upaya peningkatan kualitas SDM. Perlu diadakannya pelatihan bagi para pegawai pemerintahan mengenai teknologi. Karena teknologi berubah secara cepat maka para pegawai perlu disiapkan juga dengan mental yang mau belajar dan tanggap menganggapi perubahan. Sehubungan dengan kendala kultural (cultural barriers) yang ada, kesiapan Indonesia untuk menerapkan eGovernment tergantung dari komitmen dari pegawai publik untuk mau membagi informasi serta memperlakukan masyarakat seperti "pelanggan". Indonesia juga perlu menata ulang organisasinya yang antara lain dapat dilakukan dengan secara bertahap menghapuskan praktek KKN yang berkontribusi pada kendala budaya dalam rangka pelaksanaan eGovernment. Oknum-oknum yang menggunakan kesempatan dengan mepersulit mendapatkan informasi yang perlu dicegah. Selain hal tersebut di atas perlu juga kiranya dikaji kebijakan atau policy apa yang digunakan dalam rangka pelaksanaan eGovernment di Indonesia. Kebijakan untuk mengimplementasikan eGovernment perlu suatu keseragaman dasar hukum/maupun landasan pelaksanaan yang jelas. Selain kebijakan tersebut perlu ditetapkan lebih lanjut dasar hukum / petunjuk teknis penerapan eGovernment atau cyber law.
Keuntungan yang diperoleh dari eGovernment bukan hanya sekedar menyediakan pelayanan online tetapi lebih luas daripada itu, karena kinerja sektor publik juga berkontribusi pada kemajuan ekonomi dan sosial suatu negara. Di era globalisasi penerapan eGovernment penting karena telah memodernisasi pemerintahan publik di seluruh dunia dan juga hubungan antara pemerintahan atau negara. Sebagai tambahan selain contoh di Uni Eropa, beberapa negara di Asia bahkan telah menggunakan eGovernment-nya dalam melaksanakan hubungan bilateral mereka. Sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai cepat atau lambat Indonesia dituntut untuk dapat menerapkan eGovernment. Pada saat ini eGovernment merupakan suatu keharusan dalam rangka menciptakan pelayanan publik yang lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar